HATI-HATI, Jika anda Pemilik Tanah/Rumah Anda Harus Perhatikan Hal ini. -->

IKLAN

HATI-HATI, Jika anda Pemilik Tanah/Rumah Anda Harus Perhatikan Hal ini.

Sunday, December 26, 2021, 10:19 AM


HATI-HATI, Jika anda Pemilik Tanah/Rumah Anda Harus Perhatikan Hal ini.
Hati2

Jika anda Baru saja membeli rumah atau tanah atau anda adalah pemilik ahliwaris rumah atau tanah, selain kewajiban anda harus membayar PBB (Pajak Bumi dan Bagunan), ada beberapa hal yang harus anda ketahui dan waspadai, berikut adalah beberapa hal yang perlu anda ketahui : 


DAFTAR ISI

  1. Membayar PBB Setiap Tahun
  2. Menguasai dan mengelola Tanah atau rumah (Properti) Tersebut


1. Membayar PBB Setiap Tahun

Anda wajib membayar PBB (Pajak Bumi dan Bagunan) tanah/rumah tersebut setiap tahun, jika tidak anda akan di kenakan denda yang cukup membengkak setiap tahun nya.


2. Mengusai / Mengelola Tanah / Rumah Tersebut.

Seseorang pemegang sertifikat hak milik (SHM) yang tidak pernah menguasai/mengelola tanahnya itu atau kata lain menelantarkan tanah/rumah tersebut, lalu kemudian ada pihak lain yang secara turun-temurun dan terus-menerus menguasai tanah dimaksud itu, Maka adanya pihak lain yang menguasai tanah maka sudah cukup menyatakan tanah itu dalam status sengketa. 


Meskipun tidak ada sengketa yang berjalan di lembaga peradilan atau penegak hukum lain, maka penguasaan oleh pihak lain harus dipertanyakan dan jika tidak ada keterangan tentang pinjam meminjam, atau sewa menyewa maka dapat dimaknai itu sebagai sengketa. Sehingga pendaftaran hak tidak bisa direalisasikan dengan penerbitan sertifikat.


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan mendefenisikan bahwa “sengketa pertanahan yang selanjutnya disingkat sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.” Pasal ini dapat dijadikan tolok ukurnya, meskipun perselisihannya tidak berjalan di lembaga peradilan, tetap dapat dinyatakan sebagai tanah sengketa.


Pendaftaran hak baru, secara mutlak harus bebas dari sengketa dengan siapapun, dan ini menjadi penekanan agar tidak menimbulkan permasalahan hukum di belakang hari. Jika terdapat sengketa maka penerbitan sertifikat harus ditangguhkan sampai sengketa dinyatakan selesai. 


Contohnya saja dalam menunjukan batas-batas tanah, pemohon hak dibebani dalam menunjuk batas-batas tanah, jika pemohon hak bertahun-tahun tidak menguasai tanah dan terjadi pul perubahan keadaan tanah, bagaiman ianya dapat secara benar menujukan batas-batas? sesuai Pasal 18 ayat (1) PP 24/1997 menyatakan bahwa "Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.”


Kembali kepada persoalan pemegang hak atau pemegang SHM ternyata tidak pernah menguasai tanah dan senyatanya ada pihak lain yang secara turun-temurun dan secara terus-menerus selama bertahun-tahun maka SHM itu dapat dinyatakan cacat hukum. Dan terhadap pengalihan SHM itu juga dapat dikatagorikan cacat hukum.


Penguasaan fisik tanah sangat urgen dalam kepemilikan tanah. Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 yang isinya; "Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,….." Jadi meskipun telah terbit sertifikat hak maka dengan nyata-nyata tanah itu harus dibawah penguasaan si pemegang hak.


Tidak menguasai atau mengerjakan tanah selama bertahun-tahun dapat mengakibatkan kehilangan hak atas tanah. sebagaimana ditegaskan di dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997, Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.


Penerbitan SHM itu dicurigai adanya praktek-praktek mafia tanah. Bagaimana mungkin pihak yang tidak pernah menguasai tanah, baginya diterbitkan hak milik. Maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan dengan cara mengajukan gugatan ke lembaga peradilan, atau mengajukan permohonan pembatalan kepada Badan Pertanahan yang berwenang.




TerPopuler